MAKALAH
“Etika Pancasila”
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pendidikan Pancasila
Disusun
oleh :
1. Aristha
Intan Nugraheni (201311004)
2. Teti
Nurkahmidah (201311008)
3. Suci
Rahmawati (201311011)
4. Akhmad
Darmawan Evendi (201311030)
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL
DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SURAKARTA
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang berjudul
“Etika Pancasila“.
Makalah ini diajukan guna untuk
memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila. Dalam kesempatan ini penulis
menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini, yaitu kepada :
1.
Tuhan Yang Maha Esa
yang senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada penulis.
2.
Ibu
Sabar Marniyati, Msi selaku dosen mata kuliah
Pendidikan Pancasila.
3.
Orang tua yang selalu
mendukung setiap aktivitas penulis.
4.
Semua pihak yang tidak
bisa penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini
masih banyak kekurangan-kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Filsafat dibagi menjadi beberapa cabang menurut
lingkungan bahasannya masing-masing. Cabang-cabang itu dibagi menjadi dua
kelompok bahasan pokok yaitu filsafat
teoritis dan filsafat praktis.
Filsafat teoritis membahas tentang segala sesuatu yang ada, sedangkan filsafat
praktis membahas bagaimana manusia bersikap terhadap apa yang ada tersebut.
Dalam hal ini filsafat teoritispun juga mempunyai maksud-maksud dan berkaitan
erat dengan hal-hal yang bersifat praktis.
Etika termasuk
kelompok filsafat praktis dan dibagi menjadi dua kelompok yaitu etika
umum dan etika khusus. Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan
mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral.
Pancasila merupakan nilai dasar yang menjadi rambu-rambu
bagi politik hukum nasional. Nilai-nilai dasar itu kemudian melahirkan empat
kaidah penuntun hukum yang harus dijadikan pedoman dalam pembangunan hukum.
Empat kaidah itu meliputi, pertama hukum Indonesia harus bertujuan dan menjamin
integrasi bangsa, baik secara teritorial maupun ideologis.
Pancasila
memegang peranan dalam perwujudan sebuah sistem etika yang baik di negara ini.
Di setiap saat dan dimana saja kita berada kita diwajibkan untuk beretika
disetiap tingkah laku kita. Seperti tercantum di sila ke dua pada Pancasila,
yaitu “Kemanusian yang adil dan beradab” sehingga tidak dapat dipungkiri
bahwa kehadiran pancasila dalam membangun etika bangsa ini sangat berandil
besar.
B.
Rumusan Masalah
1. Apakah etika itu?
2. Apa
saja tujuan etika kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat?
3. Apakah nilai itu?
4. Apa saja macam-macam nilai itu?
5. Apakah norma itu?
6. Apa saja norma yang di kenal dalam
masyarakat?
7. Apakah moral itu?
8. Apa hubungan antara nilai, norma dan
moral?
C.
Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa itu etika
2. Untuk mengetahui tujuan etika
3. Untuk mengetahui apa itu nilai
4. Untuk mengetahui apa saja
macam-macam nilai
5. Untuk mengetahui apa itu norma
6. Untuk mengetahui macam-macam norma
7. Untuk mengetahui apa itu moral
8. Untuk mengetahui hubungan antara
nilai, norma dan moral
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Etika
Filsafat dibagi menjadi beberapa cabang menurut
lingkungan bahasannya masing-masing. Cabang-cabang itu dibagi menjadi dua
kelompok bahasan pokok yaitu filsafat
teoritis dan filsafat praktis.
Filsafat teoritis membahas tentang segala sesuatu yang ada, sedangkan filsafat
praktis membahas bagaimana manusia bersikap terhadap apa yang ada tersebut.
Dalam hal ini filsafat teoritispun juga mempunyai maksud-maksud dan berkaitan
erat dengan hal-hal yang bersifat praktis.
Etika termasuk kelompok filsafat praktis
dan dibagi menjadi dua kelompok yaitu etika umum dan etika khusus. Etika
merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan
pandangan-pandangan moral. Etika
adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti
suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang
bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral (Suseno, 1987). Etika umum mempertanyakan
prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia, sedangkan etika khusus membahas prinsip-prinsip
itu dalam hubungannya dengan berbagai aspek kehidupan manusia (Suseno, 1987).
Etika khusus dibagi menjadi etika individual yang membahas
tentang kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan etika sosial yang
membahas tentang kewajiban manusia terhadap manusia lain dalam hidup
masyarakat, yang merupakan suatu bagian terbesar dari etika khusus.
Sebenarnya etika lebih banyak
bersangkutan dengan prinsip-prinsip dasar pembenaran dalam hubungan dengan
tingkah laku manusia (Kattsoff, 1986). Dapat juga dikatakan bahwa etika
berkaitan dengan tingkah laku manusia.
Pancasila menjadi semacam etika perilaku
para penyelenggara negara dan masyarakat Indonesia agar sejalan dengan nilai
normatif Pancasila itu sendiri. Pengalaman sejarah pernah menjadikan Pancasila
sebagai semacam norma etik bagi perilaku segenap warga bangsa. Ketetapan MPR
No. II/MPR/1978 tentang P4 dapat dianggap sebagai etika sosial dan etika
politik bagi bangsa Indonesia yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila
(Achmad Fauzi, 2003).
Di era sekarang ini, tampaknya kebutuhan
akan norma etik untuk kehidupan bernegara masih perlu bahkan penting untuk
ditetapkan. Hal ini terwujud dengan keluarnya ketetapan MPR No. VI/MPR/2001
tentang Etika Kehidupan Berbangsa, Bernegara, dan Bermasyarakat.
Etika kehidupan berbangsa, bernegara, dan
bermasyarakat ini bertujuan untuk :
1. memberikan
landasan etik moral bagi seluruh komponen bangsa dalam menjalankan kehidupan
kebangsaan dalam berbagai aspek.
2. menentukan
pokok-pokok etika kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.
3. menjadi
kerangka acuan dalam mengevaluasi pelaksanaan nilai-nilai etika dan moral dalam
kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.
Etika
kehidupan berbangsa meliputi sebagai berikut:
a. etika sosial
dan budaya
b. etika
pemerintahan dan politik
c. etiaka
ekonomi dan bisnis
d. etika
penegakan hukum yang berkeadilan
e. etika
keilmuan dan disiplin kehidupan
B.Pengertian Nilai, Norma, dan Moral
Secara
etimologi, nilai berasal dari kata
value (Inggris) yang berasal dari kata valere (Latin) yang berarti : kuat,
baik, berharga. Dengan demikian secara sederhana, nilai adalah sesuatu yang
berguna.
Nilai bersifat
abstrak, seperti sebuah ide, dalam arti tidak dapat ditangkap melalui indra,
yang dapat ditangkap adalah objek yang memiliki nilai. Nilai juga mengandung
harapan akan sesuatu yang diinginkan. Jadi, nilai bersifat normative, suatu
keharusan (das sollen) yang menuntut diwujudkan dalam tingkah laku. Nilai
menjadi pendorong / motivator hidup manusia. Tindakan manusia digerakkan oleh
nilai.
Di dalam Dictionary of Sosciology and
Related Science dikemukakan bahwa nilai
adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan
manusia. Jadi, nilai itu pada hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang
melekat pada suatu objek, bukan objek itu sendiri. Sesuatu itu mengandung nilai
artinya ada sifat atau kualitas yang melekat pada sesuati itu. dengan demikian
maka nilai itu sebenarnya adalah suatu kenyataan yang “tersembunyi” di balik
kenyataan-kenyataan lainnya. ada nilai itu karena adanya kenyataan-kenyataan
lain sebagai pembawa nilai (wartrager).
Max
sceler mengemukakan bahwa nilai-nilai yang ada, tidak sama luhurnya dan
sama tingginya. Nilai-nilai itu secara senyatanya ada yang lebih tinggi dan ada
yang lebih rendah dibandingkan nilai-nilai lainnya. menurut tinggi rendahnya,
nilai-nilai dapat dikelompokkan menjadi empat tingkatan, yaitu :
1. Nilai-nilai kenikmatan : terdapat
deretan nilai-nilai yang mengenakan dan tidak mengenakan (die Wertreihe des Angenehmen und Unangehmen), yang menyebabkan
orang senang atau tidak senang.
2. Nilai-nilai kehidupan : terdapat
nilai-nilai yang penting bagi kehidupan (Werte
des vitalen Fuhlens), seperti : kesehatan, kebugaran jasmani,
kesejahteraan, keadilan.
3. Nilai-nilai kejiwaan : terdapat
nilai-nilai kejiwaan (geistige werte)
yang sama sekali tidak tergantung dari keadaan jasmani maupun lingkungan.
Misalnya: keindahan, kebenaran.
4. Nilai-nilai kerohanian : terdapat
modalitas nilai dari yang suci dan tak suci (wermodalitat des Heiligen ung Unheiligen). Nilai semacam ini terdiri dari nilai-nilai pribadi.
Walter
G. Everet mengelompokkan nilai-nilai manusiawi kedalam delapan kelompok,
yaitu :
1. Nilai-nilai ekonomis : ditujukan oleh
harga pasar dan meliputi semua benda
yang dapat dibeli.
2. Nilai-nilai kejasmanian : membantu pada
kesehatan, efisiensi dan keindahan dari kehidupan badan.
3. Nilai-nilai hiburan : nilai-nilai
permainan dan waktu senggang yang dapat menyumbangkan pada pengayaan kehidupan.
4. Nilai-nilai sosial : berasal mula dari
keutuhan kepribadian dan sosial yang diinginkan.
5. Nilai-nilai watak : keseluruhan dari
keutuhan kepribadian dan sosial yang diinginkan.
6. Nilai-nilai estetis : nilai-nilai
keindahan dalam alam dan karya seni.
7. Nilai-nilai intelektual : nilai-nilai
pengetahuan dan pengajaran kebenaran.
8. Nilai-nilai keagamaan.
Prof.
Notonagoro membagi nilai menjadi tiga macam, yaitu sebagai berikut :
1. Nilai material : segala sesuatu yang
berguna bagi kehidupan jasmani manusia atau kebutuhan material ragawi manusia.
2. Nilai vital : segala sesuatu yang
berguna bagi manusia untuk dapat melaksanakan kegiatan atau aktivitas.
3. Nilai kerohanian : segala sesuatu yang
berguna bagi rohani manusia.
Nilai
kerohanian dibagi menjadi empat macam, yaitu:
a. Nilai kebenaran : bersumber pada akal
(rasio,budi,cipta) manusia.
b. Nilai keindahan atau nilai estetis :
bersumber pada unsur perasaan manusia.
c. Nilai kebaikan atau nilai moral :
bersumber pada unsur kehendak.
d. Nilai religious : bersumber kepada
kepercayaan atau keyakinan manusia.
Dalam
ilmu filsafat, nilai dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:
a. Nilai logika yaitu nilai tentang
benar-salah.
b. Nilai etika yaitu tentang baik-buruk.
c. Nilai estetika yaitu tentang
indah-jelek.
Dalam filsafat pancasila,
juga disebutkan bahwa ada tiga tingkatan nilai, yaitu:
1. Nilai Dasar
Nilai yang mendasari nilai
instrumental. Nilai dasar ( dalam bahasa ilmiahnya disebut dasar onotologis), yaitu
merupakan hakikat, esensi, intisari atau makana terdalam dari nilai-nilai
tersebut. Nilai dasar ini bersifat universal karena menyangkut hakikat
kenyataan objektif segala sesuatu, misalnya: hakikat Tuhan, manusia atau segala
sesuatu lainnya.
b). Nilai Instrumental
Nilai instrumental merupakan suatu
pedoman yang dapat diukur dan dapat diarahkan. Nilai instrumental juga
merupakan pelaksanaan umum dari nilai dasar. Umumnya berbentuk norma social dan
norma hokum yang selanjutnya akan terkristalisasi dalam peraturan dan mekanisme
lembaga-lembaga negara.
c). Nilai Praksis
Nilai praksis pada hakikatnya merupakan
penjabaran dari nilai instrumental dalam suatu kehidupan yang nyata. Nilai
praksis sesungguhnya menjadi batu ujian, apakah nilai dasar dan nilai
instrumental itu benar-benar hidup dalam masyarakat Indonesia.
Nilai-nilai
dasar dari Pancasila adalah nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, nilai Kemanusiaan
Yang adil dan beradab, nilai persatuan Indonesia, nilai kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan nilai
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Norma
atau kaidah adalah aturan pedoman bagi manusia dalam berperilaku sebagai
perwujudan dari nilai yaitu perwujudan martabat manusia sebagai
mahluk budaya, moral, religi, dan sosial. Norma merupakan suatu kesadaran dan
sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai untuk dipatuhi.
Norma
yang kita kenal dalam kehidupan sehari-hari ada empat, yaitu :
1. Norma agama
Norma ini disebut juga dengan norma
religi atau kepercayaan. Norma ini ditunjukkan kepada kehidupan beriman yaitu
kewajiban manusia kepada Tuhan dan dirinya sendiri.
2. Norma etik
atau moral
Norma ini disebut juga dengan norma
kesusilaan atau etika atau budi pekerti. Norma moral atau etik adalah norma
yang paling dasar. Norma ini menentukan bagaimana kita menilai seseorang,
karena norma ini berkaitan dengan tingkah laku manusia. Norma kesusilaan
berhubungan dengan manusia sebagai individu karena menyangkut kehidupan
pribadi.
3. Norma
kesopanan
Norma ini disebut juaga norma adat, sopan
santun, tata karma atau norma fatsoen.
Norma ini didasarkan atas kebiasaan, kepatuhan atau kepantasan yang berlaku
dalam masyarakat.
4. Norma hukum
Suatu sistem peraturan perundang-undangan
yang berlaku di Indonesia yang memaksakan kepada kita.
Moral berasal dari kata mos (mores) yang hampir sama dengan
kesusilaan, kelakuan. Moral adalah suatu ajaran-ajaran atau wejangan-wejangan,
patokan-patokan, kumpulan peraturan, baik lisan maupun tertulis tentang hal
yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia.
C. Hubungan Nilai, Norma dan Moral
Sebagaimana dijelaskan diatas, nilai
adalah bersifat abstrak,
seperti sebuah ide, dalam arti tidak dapat ditangkap melalui indra, yang dapat
ditangkap adalah objek yang memiliki nilai. Nilai juga mengandung harapan akan
sesuatu yang diinginkan. Agar nilai tersebut lebih berguna dalam menuntun sikap
dan tingkah laku manusia, maka perlu dikongkritkan menjadi lebih objektif. Maka
wujud yang lebih kongkrit dari nilai tersebut adalah merupakan suatu norma.
Selanjutnya nilai dan norma senantiasa
berkaitan dengan moral dan etika. Makna moral yang terkandung dalam kepribadian
seseorang itu tercermin dari sikap dan tingkah lakunya. Dalam pengertian inilah
maka kita memasuki wilayah norma sebagai penuntun sikap dan tingkah laku
manusia.
Hubungan antara moral dan etika memang
sangat erat sekali dan kadangkala kedua hal tersebut disamakan begitu saja.
Namun sebenarnya kedua hal tersebut memiliki perbedaan.
D. Pancasila sebagai Nilai Dasar
Fundamental bagi Bangsa dan Negara Republik Indonesia
1.Dasar Filosofis
Pancasila sebagai dasar filsafat negara
serta sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu
nilai-nilai yang bersifat sistematis. Oleh karena itu sebagai suatu dasar
filsafat maka sila-sila pancasila merupakan suatu kesatuan yang bulat,
hierarkhis dan sistematis.
Dasar pemikiran filosofis dari sila-sila
Pancasila sebagai dasar filsafat negara sebagai berikut. Pancasila sebai
filsafat bangsa dan negara Republik Indonesia, mengandung makna bahwa dalam
setiap aspek kehidupan kebangsaan, kemasyarakatan serta kenegaraan harus
berdasarkan nilai-nilai Ketuhanan , Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan
Keadilan.
Nilai-nilai Pancasila bersifat objektif
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.
Rumusan dari sila-sila Pancasila itu sendiri sebenarnya hakikat maknanya yang
terdalam menunjukkan adanya sifat-sifat yang umum universal dan abstrak, karena
merupakan suatu nilai.
2.
Inti nilai-nilai Pancasila akan tetap ada sepanjang masa dalam kehidupan bangsa
Indonesia dan mungking juga pada bangsa lain baik dalam adat kebiasaan,
kebudayaan, kenegaraan maupun dalam kehidupan keagamaan.
3.
Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, menurut ilmu hukum memenuhi
syarat sebagai pokok kaidah yang fundamental negara sehingga merupakan suatu
sumber hukum positif di Indonesia.
Sebaliknya nilai-nilai Pancasila yang
bersifat subjektif dijelaskan sebagai berikut:
1.
Nilai-nilai Pancasila timbul dari bangsa Indonesia sehingga bangsa Indonesia
sebagai kausa materialis.
2.
Nilai-nilai Pancasila merupakan filsafat (pandangan hidup) bangsa Indonesia
sehingga merupakan jati diri bangsa.
3.
Nilai-nilai Pancasila di dalamnya terkandung ketujuh nilai-nilai kerokhanian
yaitu nilai kebenaran, keadilan, kebaikan, kebijaksanaan, etis, estetis, dan
religius.
2. Nilai-nilai Pancasila sebagai
Nilai Fundamental Negara
Nilai-nilai Pancasila sebagai dasar
filsafat negara Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu sumber dari segala
sumber hukum dalam negara Indonesia. Sebagai suatu sumber dari segala sumber
hukum secara objektif merupakan suatu pandangan hidup, kesadaran, cita-cita
hukum serta cita-cita moral yang luhur yang meliputi suasana kejiwaan, serta
watak bangsa Indonesia, yang pada tanggal 18 Agustus 1945 telah dipadatkan oleh
para pendiri negara menjadi lima sila dan ditetapkan secara yuridis formal
menjadi dasar filsafat negara Republik Indonesia. Hal ini sebagaimana
ditetapkan dalam Ketetapan No. XX/MPRS/1966.
Nilai-nilai Pancasila terkandung dalam
Pembukaan UUD 1945 secara yuridis memiliki kedudukan sebagai Pokok Kaidah
Negara yang fundamental.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar
tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa
kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita harus mengambil
sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral (Suseno,
1987). Etika dibagi menjadi dua kelompok yaitu etika umum dan etika
khusus. Etika umum
mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia,
sedangkan etika khusus membahas
prinsip-prinsip itu dalam hubungannya dengan berbagai aspek kehidupan manusia
(Suseno, 1987).
Hubungan antara nilai, norma, moral
dan etika memang sangat erat sekali dan kadangkala hal tersebut disamakan
begitu saja. Namun sebenarnya hal tersebut memiliki perbedaan.
Pancasila sebagai dasar filsafat negara
serta sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu
nilai-nilai yang bersifat sistematis. Oleh karena itu sebagai suatu dasar
filsafat maka sila-sila pancasila merupakan suatu kesatuan yang bulat,
hierarkhis dan sistematis. Pancasila memberikan dasar-dasar yang bersifat
fundamental dan universal bagi manusia baik dalam hidup bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
B. Saran
1.
Etika, nilai, norma dan moral harus senantiasa di terapkan dalam bersikap dan
berperilaku dalam kehidupan sehari-hari,
sehingga terwujud perilaku yang sesuai dengan adat, budaya dan karakter bangsa
Indonesia.
2. Nilai-nilai Pancasila senantiasa
harus diamalkan dalam setiap kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Agar tercipta persatuan dan
kesatuan antar warga Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Kaelan MS. 2002. Pendidikan
pancasila. Edisi Reformasi. Yogyakarta : Paradigma.
Winarno. 2007. Paradigma
Baru Pendidikan Kewarganegaraan. Edisi Kedua.
Jakarta
: PT Bumi Aksara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar