MAKALAH
“Mewujudkan Kesatuan Sila-sila Pancasila Guna Memperkuat Kesatuan dan
Persatuan Bangsa”
Di susun untuk memenuhi
tugas mata kuliah
Pendidikan
Pancasila
Disusun
oleh :
Suci Rahmawati (201311011)
PROGRAM STUDI
ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SURAKARTA
2013/2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Pancasila adalah dasar filsafat dan pandangan hidup
negara Republik Indonesia yang secara resmi disahkan oleh PPKI pada tanggal 18
Agustus 1945 dan tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Pancasila merupakan suatu
sistem filsafat yang melandasi tata kehidupan masyarakat bangsa dan negara
Indonesia.
Pancasila memiliki kedudukan yang sangat penting dan
bersifat imperatif, baik imperatif moral maupun politis-ideologis bagi bangsa
Indonesia dalam menata, mengatur, serta menyelesaikan masalah-masalah sosial,
kebangsaan dan kenegaraan termasuk juga masalah hukum. Sebagai dasar filsafat,
maka Pancasila merupakan sebagai pemersatu bangsa dan negara Indonesia. Sebagai
pemersatu bangsa dan negara Indonesia maka sudah semestinya bahwa Pancasila
dalam dirinya sendiri sebagai suatu kesatuan.
Pancasila sudah diterima oleh masyarakat Indonesia
sebagai sarana pemersatu, artinya sebagai suatu kesepakatan bersama bahwa
nilai-nilai yang terkandung didalam sila-sila Pancasila disetujui sebagai milik
bersama.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apakah
rumusan kesatuan sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem?
2. Apakah Pancasila sebagai asas persatuan dan kesatuan
Bangsa Indonesia?
3.
Apakah
kesatuan sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat?
4.
Apakah
makna nilai-nilai setiap sila-sila Pancasila?
5.
Apakah
nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila?
6.
Bagaimana
pengamalan Pancasila?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Rumusan Kesatuan Sila-sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem
Pancasila
yang terdiri dari lima sila pada hakikatnya merupakan suatu sistem filsafat. Yang
dimaksud dengan sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling
berhubungan, saling bekerjasama untuk suatu tujuan tertentu dan secara
keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh. Sistem lazimnya memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
1. Suatu kesatuan bagian-bagian
2. Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri
3. Saling berhubungan dan saling ketergantungan
4. Keseluruhannya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan
tertentu
5. Terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks
Pancasila
yang terdiri atas bagian-bagian yaitu sila-sila Pancasila, setiap sila pada
hakikatnya merupakan suatu asas sendiri, fungsi sendiri-sendiri namun secara
keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang sistematis.
1.
Susunan Kesatuan Sila-sila Pancasila yang Bersifat Organis
Sila-sila Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu
kesatuan. Dasar filsafat negara Indonesia terdiri atas lima sila yang
masing-masing merupakan suatu asas peradaban. Namun demikian sila-sila
Pancasila itu merupakan suatu kesatuan dan keutuhan yaitu setiap sila merupakan
unsur (bagian yang mutlak) dari Pancasila. Maka pancasila merupakan suatu
kesatuan yang majemuk tunggal. Konsekuensinya setiap sila tidak dapat berdiri
sendiri-sendiri terlepas dari sila-sila lainnya serta di antara sila satu dan lainnya
tidak saling bertentangan akan tetapi saling melengkapi dan bersatu.
Kesatuan sila-sila Pancasila yang bersifat organis
tersebut pada hakikatnya secara filosofis bersumber pada hakikat dasar
ontologis manusia sebagai pendukung dari inti, isi dari sila-sila Pancasila
yaitu hakikat manusia “monopluralis”
yang memiliki unsur-unsur, “susunan
kodrat” jasmani-rokhani, “sifat
kodrat” individu-makhluk sosial, dan “kedudukan
kodrat” sebagai pribadi berdiri sendiri-makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Unsur-unsur hakikat manusia tersebut merupakan suatu kesatuan yang bersifat
organis dan harmonis. Setiap unsur memiliki fungsi masing, namun saling
berhubungan. Oleh karena sila-sila Pancasila merupakan penjelmaan hakikat
manusia “monopluralis” yang merupakan
kesatuan organis maka sila-sila Pancasila juga memiliki kesatuan yang bersifat
organis pula.
2.
Susunan Pancasila yang Bersifat Hierarkhis dan Berbentuk
Piramidal
Susunan Pancasila adalah hierarkhis dan berbentuk
piramidal. Pengertian matematis piramidal digunakan untuk menggambarkan
hubungan hierarkhis sila-sila Pancasila dalam urut-urutan luas (kwantitas) dan
juga dalam hal isi sifatnya (kwalitas). Kalau dilihat dari intinya urut-urutan
lima sila menunjukkan suatu rangkaian tingkat dalam luasnya dan isi sifatnya
merupakan pengkhususan dari sila-sila di mukanya.
Jika urut-urutan lima sila dianggap mempunyai maksud
demikian maka di antara lima sila ada hubungan yang mengikat yang satu kepada
yang lainnya, sehingga Pancasila merupakan suatu keseluruhan yang bulat.
Seandainya urut-urutan itu dipandang tidak mutlak maka di antara satu sila
dengan sila lainnya tidak ada sangkut pautnya, maka Pancasila itu akan menjadi
terpecah-pecah, oleh karena itu, tidak dapat dipergunakan sebagai asas
kerokhanian negara. Secara ontologis hakikat sila-sila Pancasila mendasarkan
pada landasan sila-sila Pancasila yaitu: Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan
adil.
Berdasarkan hakikat yang terkandung dalam sila-sila
Pancasila dan Pancasila sebagai dasar filsafat negara, maka segala hal yang
berkaitan dengan sifat dan hakikat negara harus sesuai dengan landasan
sila-sila Pancasila. Hal itu berarti hakikat dan inti sila-sila Pancasila
adalah sebagai berikut: sila pertama Ketuhanan
adalah sifat-sifat dan keadaan negara harus sesuai dengan sifat dan hakikat
Tuhan, sila kedua kemanusiaan adalah
sifat-sifat dan keadaan negara yang harus sesuai dengan hakikat manusia, sila
ketiga persatuan adalah sifat-sifat
dan keadaan negara yang harus sesuai dengan hakikat satu, sila keempat kerakyatan adalah sifat-sifat dan
keadaan negara yang harus sesuai dengan hakikat rakyat, dan sila kelima keadilan adalah sifat-sifat dan keadaan
negara yang harus sesuai dengan hakikat adil.
Kesesuaian yang dimaksud adalah kesesuaian antara hakikat
nilai-nilai silai-sila Pancasila dengan negara, dalam pengertian kesesuaian
sebab dan akibat. Maka kesesuaian tersebut adalah sebagai berikut: bahwa
hakikat manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa (sebagai sebab) (hakikat
sila I dan II) yang membentuk persatuan mendirikan negara dan persatuan manusia
dalam suatu wilayah disebut rakyat (hakikat sila III dan IV), yang ingin
mewujudkan suatu tujuan bersama yaitu suatu keadilan dalam suatu persekutuan
hidup masyarakat negara (keadilan sosial) (hakikat sila V). Demikianlah maka
secara konsisten negara haruslah sesuai dengan hakikat Pancasila.
Rumusan
Pancasila yang Bersifat Hierarkhis dan Berbentuk Piramidal
1. Sila pertama : Ketuhanan yang Maha Esa adalah meliputi
dan menjiwai sila-sila kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Sila kedua : kemanusiaan yang adil dan beradab adalah
diliputi dan dijiwai oleh sila Ketuhanan yang Maha Esa, meliputi dan menjiwai
sila persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
3. Sila ketiga : persatuan Indonesia adalah diliputi dan
dijiwai sila Ketuhanan yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab,
meliputi dan menjiwai sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
4. Sila keempat : kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan adalah diliputi dan dijiwai sila
Ketuhanan yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia, serta meliputi dan menjiwai sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
5. Sila kelima : keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia adalah diliputi dan dijiwai sila Ketuhanan yang Maha Esa, kemanusiaan
yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta sila keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3.
Rumusan Hubungan Kesatuan Sila-sila Pancasila yang Saling
Mengisi dan Saling Mengkualifikasi
Kesatuan sila-sila Pancasila yang “Majemuk Tunggal”, “Hierarkhis Piramidal” juga memiliki sifat saling
mengisi dan saling mengkualifikasi. Hal ini dimaksudkan bahwa dalam setiap sila
terkandung nilai keempat sila lainnya, atau dengan kata lain dalam setiap sila
senantiasa dikualifikasi oleh keempat sila lainnya.
B.
Pancasila Sebagai Asas Persatuan dan Kesatuan Bangsa
Indonesia
Bagi bangsa
Indonesia adanya kesatuan asas kerokhanian, kesatuan pandangan hidup, kesatuan
ideologi adalah sangat penting dan bersifat sentral, karena suatu bangsa yang
ingin berdiri kokoh dan mengetahui ke arah mana tujuan bangsa itu ingin dicapai
maka bangsa itu harus memiliki satu pandangan hidup, ideologi maupun satu asas
kerokhanian.
Bangsa
Indonesia terdiri dari berbagai macam suku bangsa yang dengan sendirinya
memiliki kebudayaan dan adat-istiadat yang berbeda-beda pula. Namun demikian
bahwa perbedaan itu harus disadari sebagai sesuatu yang memang senantiasa ada
pada setiap manusia (suku bangsa) sebagai makhluk pribadi, dan dalam masalah
ini bersifat biasa. Namun demikian dengan adanya kesatuan asas kerokhanian yang
kita miliki, maka perbedaan itu harus dibina ke arah suatu kerjasama dalam
memperoleh kebahagiaan bersama. Maka disinilah letak fungsi dan kedudukan asas
kerokhanian Pancasila sebagai asas persatuan, kesatuan dan asas kerjasama
bangsa Indonesia. Dalam masalah ini maka membina, membangkitkan, memperkuat dan
mengembangkan persatuan dalam suatu pertalian kebangsaan menjadi sangat penting
artinya, sehingga persatuan dan kesatuan tidak hanya bersifat statis namun
harus bersifat dinamis. Perbedaan-perbedaan itu tidaklah mempengaruhi persatuan
dan kesatuan bangsa Indonesia, karena memiliki daya penarik ke arah kerjasama
yang saling dapat diketemukan dalam suatu perpaduan dan sintesa yang memperkaya
masyarakat sebagai suatu bangsa.
Pancasila
sebagai dasar filsafat hidup bangsa sekaligus berfungsi sebagai pemersatu
bangsa Indonesia, yang dalam penghayatan Pancasila merupakan penghayatan
material, kemudian diwujudkan dalam pengamalan subjektif Pancasila.
C.
Kesatuan Sila-sila Pancasila sebagai Suatu Sistem
Filsafat
Kesatuan
sila-sila Pancasila pada hakikatnya bukanlah hanya merupakan kesatuan yang
bersifat formal logis saja namun juga meliputi kesatuan dasar ontologis, dasar
epistemologis serta dasar aksiologis dari sila-sila Pancasila.
1.
Dasar Antropologis Sila-sila Pancasila
Pancasila
sebagai suatu kesatuan filsafat tidak hanya kesatuan yang menyangkut
sila-silanya saja melainkan juga meliputi hakikat dasar dari sila-sila
Pancasila. Pancasila yang terdiri atas lima sila, setiap sila bukanlah asas
yang berdiri sendiri-sendiri, melainkan memiliki satu kesatuan dasar ontologis.
Dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya adalah manusia yang memiliki hakikat
mutlak monopluralis, oleh karena itu
hakikat dasar ini juga disebut sebagai dasar
antropologis. Subyek pendukung pokok sila-sila Pancasila adalah manusia,
hal ini dijelaskan sebagai berikut : bahwa yang berketuhanan yang Maha Esa,
yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan, yang
berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
serta yang berkeadilan sosial, pada hakikatnya adalah manusia.
2.
Dasar Epistemologis Sila-sila Pancasila
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya
juga merupakan suatu sistem pengetahuan. Dalam kehidupan sehari-hari Pancasila
merupakan pedoman atau dasar bagi bangsa Indonesia dalam memandang realitas
alam semesta, manusia, masyarakat, bangsa dan negara tentang makna hidup serta
sebagai dasar bagi manusia menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam hidup dan
kehidupan. Pancasila juga telah menjadi cita-cita atau keyakinan-keyakinan yang
telah menyangkut praksis, karena dijadikan sebagai landasan bagi cara hidup
manusia atau suatu kelompok masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan.
Dasar epistemologis Pancasila pada hakikatnya tidak dapat
dipisahkan dengan dasar ontologisnya. Terdapat tiga persoalan yang mendasar
dalam epistemologis, yaitu: tentang sumber pengetahuan manusia, tentang teori
kebenaran pengetahuan manusia, serta tentang watak pengetahuan manusia.
3.
Dasar Aksiologis Sila-sila Pancasila
Sila-sila sebagai suatu sistem filsafat juga memiliki
satu kesatuan dasar aksiologisnya sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila pada hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan.
D.
Makna Nilai-nilai Setiap Sila-sila Pancasila
Sebagai
suatu dasar filsafat negara maka sila-sila Pancasila merupakan suatu sistem
nilai, oleh karena itu sila-sila Pancasila itu pada hakikatnya merupakan suatu
kesatuan. Meskipun dalam setiap sila terkandung nilai-nilai yang memiliki
perbedaan antara satu dengan lainnya namun kesemuanya itu tidak lain merupakan
suatu kesatuan yang sistematis.
1.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa terkandung nilai bahwa
adanya pengakuan dan keyakinan bangsa terhadap adanya Tuhan sebagai pencipta
alam semesta. Oleh karena itu, segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan,
penyelenggaraan dan pembangunan negara untuk menciptakan kesejahteraan rakyat
bahkan moral negara, moral penyelenggara negara, politik negara, pemerintahan
negara, hukum dan peraturan perundang-undangan negara, kebebasan dan hak asasi
warga negara harus dengan memenuhi perintah Tuhan dan menjiwai nilai-nilai
Ketuhanan Yang Maha Esa.
2.
Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Sila kemanusiaan sebagai dasar fundamental dalam kehidupan
kenegaraan, kebangsaan, dan kemasyarakatan. Nilai kemanusiaan ini bersumber
pada dasar filosofis antropologis bahwa hakikat manusia adalah susunan kodrat
rokhani (jiwa) dan raga, sifat kodrat individu dan makhluk sosial, kedudukan
kodrat makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan.
Dalam sila kemanusiaan terkandung nilai-nilai bahwa
negara harus menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang
beradab. Oleh karena itu dalam kehidupan kenegaraan terutama dalam peraturan
perundang-undangan negara harus mewujudkan tercapainya tujuan ketinggian harkat
dan martabat manusia, terutama hak-hak kodrat manusia sebagai hak dasar (hak
asasi) harus dijamin dalam peraturan perundang-undangan negara.
Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah mengandung nilai
suatu kesadaran sikap moral dan tingkah laku manusia yang didasarkan pada
potensi budi nurani manusia dalam hubungan dengan norma-norma dan kebudayaan
pada umumnya baik terhadap diri sendiri, terhadap sesama manusia maupun
terhadap lingkungannya. Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab adalah
perwujudan nilai kemanusiaan sebagai makhluk yang berbudaya, bermoral dan
beragama.
Dalam kehidupan bersama dalam negara, nilai kemanusiaan
harus dijiwai karena untuk saling menghargai sekalipun terdapat suatu perbedaan
karena hal itu merupakan suatu kodrat manusia untuk saling menjaga keharmonisan
dalam kehidupan bersama sehingga negara kita akan kuat persatuan dan
kesatuannya. Nilai kemanusiaan juga menjunjung tinggi untuk berbuat adil. Adil
terhadap Tuhan yang Maha Esa, menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia,
menghargai atas kesamaan hak dan derajat tanpa membedakan suku, ras, keturunan,
status sosial maupun agama.
3.
Sila Persatuan Indonesia
Negara Indonesia adalah negara yang beraneka ragam tetapi
harus tetap satu, seperti sembohyang negara kita Bhinneka Tunggal Ika. Perbedaan bukan alasan untuk diruncingkan menjadi suatu konflik dan
permusuhan, melainkan diarahkan untuk menghasilkan suatu yang menguntungkan
yaitu persatuan dalam kehidupan bersama untuk mewujudkan tujuan bersama.
Bangsa ini bersatu karena didorong untuk mencapai
kehidupan kebangsaan yang bebas dalam wadah negara yang merdeka dan berdaulat.
4.
Sila Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan berarti bahwa rakyat dalam menjalankan
kekuasaannya melalui sistem perwakilan dari keputusan-keputusannya diambil
dengan jalan musyawarah yang dipimpin oleh pikiran yang sehat serta penuh
tanggung jawab, baik kepada Tuhan Yang Maha Esa maupun kepada rakyat yang
diwakilinya. Sila keempat ini merupakan sendi yang penting untuk asas
kekeluargaan masyarakat dan asas tata pemerintahan Republik Indonesia yang
didasarkan atas kedaulatan rakyat.
5.
Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Sila kelima ini berarti bahwa setiap orang Indonesia
mendapat perlakuan yang adil dalam segala bidang.
Nilai-nilai keadilan yang harus terwujud dalam hidup
bersama, yaitu:
1) Keadilan
distributif, yaitu suatu
hubungan keadilan antara negara terhadap warganya.
2) Keadilan
legal (keadilan
bertaat), yaitu suatu hubungan keadilan antara warga negara teradap negara.
3) Keadilan
komutatif, yaitu suatu
hubungan keadilan antara warga satu dengan lainnya secara timbal balik.
E.
Nilai-nilai yang Terkandung di dalam Pancasila
Adapun
nilai-nilai yang terkandung di dalam sila-sila Pancasila, yaitu :
1.
Dalam sila I : Ketuhanan Yang Maha Esa
a. Keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dengan
sifat-sifatnya yang sempurna.
b. Ketakwaan terhadap adanya Tuhan Yang Maha Esa.
2.
Dalam sila II : Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
a. Pengakuan terhadap adanya martabat manusia.
b. Perlakuannya yang adil terhadap sesama manusia.
c. Pengertian manusia yang beradab yang memiliki daya cipta,
rasa, karsa dan keyakinan.
3.
Dalam sila III : Persatuan Indonesia
a. Persatuan Indonesia adalah persatuan bangsa yang mendiami
wilayah Indonesia.
b. Bangsa Indonesia adalah persatuan suku-suku bangsa yang
mendiami wilayah Indonesia.
c. Persatuan terhadap “Ke-Bhineka Tunggal Ika-an” suku
bangsa (etis) dan kebudayaan bangsa (berbeda-beda namun satu jiwa) yang
memberikan arah dalam pembinaan persatuan bangsa Indonesia.
4.
Dalam sila IV : Kerakyatan yang di Pimpin Oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
a. Kedaulatan negara adalah di tangan rakyat.
b. Pimpinan kerakyatan adalah hikamat kebijaksanaan yang di
landasi akal sehat.
c. Manusia Indonesia sebagai warga negara dan warga
masyarakat Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.
d. Musyawarah untuk mufakat dicapai dalam permusyawaratan
wakil-wakil rakyat.
5.
Dalam sila V : Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat
Indonesia
a. Perwujudan keadilan sosial dalam kehidupan sosial atau
kemasyarakatan meliputi seluruh rakyat Indonesia.
b. Keadilan dalam kehidupan sosial.
c. Cita-cita masyarakat adil dan makmur material dan
spiritual yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia.
d. Keseimbangan antara hak dan kewajiban dan menghormati hak
orang lain.
F.
Pengamalan Pancasila
Ketetapan
MPR Nomor II/MPR/1978, yang juga dinamakan “Ekaprasetia Pancakarsa”, memberi
petunjuk-petunjuk nyata dan jelas. Wujud pengamalan kelima sila Pancasila
adalah sebagai berikut:
1.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
a. Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b. Hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama
dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda, sehingga terbina kerukunan
hidup.
c. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai
dengan agama dan kepercayaannya.
d. Tidak memaksakan sesuatu agama dan kepercayaan kepada
orang lain.
2.
Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
a. Mengakui persamaan derajat, hak dan kewajiban antara
sesama manusia.
b. Saling mencintai sesama manusia.
c. Mengembangkan sikap tenggang rasa.
d. Tidak semena-mena terhadap orang lain.
e. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
3.
Sila Persatuan Indonesia
a. Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan dan
keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.
b. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
c. Cinta tanah air dan bangsa.
d. Kemajuan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa
yang ber-Bhineka Tunggal Ika.
4.
Sila Kerakyatan yang di Pimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan/Perwakilan
a. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama.
b. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
c. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
d. Keputusan yang di ambil harus dapat dipertanggungjawabkan
secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa.
5.
Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
a. Mengembangkan perilaku-perilaku yang luhur yang mencerminkan
sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
b. Bersikap adil.
c. Menghormati hak-hak orang lain.
d. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan
umum.
e. Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan
berkeadilan sosial.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pancasila
adalah dasar filsafat dan pandangan hidup negara Republik Indonesia yang secara
resmi disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 dan tercantum dalam
Pembukaan UUD 1945. Sila-sila Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu
kesatuan.
Pancasila
memiliki kedudukan yang sangat penting bagi bangsa Indonesia dalam menata,
mengatur, serta menyelesaikan masalah-masalah sosial, kebangsaan dan kenegaraan
termasuk juga masalah hukum. Sebagai dasar filsafat, maka Pancasila merupakan sebagai
pemersatu bangsa dan negara Indonesia.
Bangsa
Indonesia terdiri dari berbagai macam suku bangsa yang dengan sendirinya
memiliki kebudayaan dan adat-istiadat yang berbeda-beda pula. Namun demikian
bahwa perbedaan itu harus disadari sebagai sesuatu yang memang senantiasa ada
pada setiap manusia (suku bangsa) sebagai makhluk pribadi, dan dalam masalah
ini bersifat biasa. Namun demikian dengan adanya kesatuan asas kerokhanian yang
kita miliki, maka perbedaan itu harus dibina ke arah suatu kerjasama dalam
memperoleh kebahagiaan bersama.
B. Saran
1.
Pancasila
sebagai dasar filsafat negara dan pandangan hidup bangsa, bukanlah hanya
merupakan rangkaian kata-kata yang indah namun harus diwujudkan dan
diaktualisasikan dalam berbagai bidang dalam kehidupan bangsa.
2.
Nilai-nilai
yang terkandung dalam sila-sila Pancasila hendaknya harus mewarnai setiap
prosedur dalam penyelesaian konflik yang ada didalam masyarakat.
3.
Hendaknya
masyarakat bangsa Indonesia harus mengamalkan sila-sila Pancasila dalam
kehidupan sehari-hari.
4.
Seharusnya
masyarakat bangsa Indonesia harus mewujudkan kesatuan sila-sila Pancasila guna
memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Kaelan MS. 1991. Filsafat
Pancasila. Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta.
Kaelan MS. 2002. Pendidikan
pancasila. Edisi Reformasi. Yogyakarta : Paradigma.
Noor Ms Bakry. 2010. Pendidikan
Pancasila. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Salam, Burhanuddin. 1988. Filsafat Pancasilaisme. Jakarta : Bina Aksara.
Winarno. 2007. Paradigma
Baru Pendidikan Kewarganegaraan. Edisi Kedua.
Jakarta
: PT Bumi Aksara.